JAGA EKSISTENSI : Sasila duduk bersimpuh dan terampil menggunakan alat tenun, di rumah pribadinya, di Kampung Perigiq, Kecamatan Jempang.
SENDAWAR-Tenun merupakan salah satu karya budaya yang diproduksi di berbagai wilayah seluruh Nusantara di Indonesia terutama di Kubar. Mengenalnya adalah salah satu cara menghargai warisan budaya leluhur dan ikut melestarikannya.
Inilah yang dilakoni Sasila (10) salah satu penenun cilik asal Kampung Perigiq Kecamatan Jempang. Inilah generasi muda yang patut dicontoh dan berjuang menjaga eksistensi kain tenun khas Badong Kubar.
Agar eksistensi tetap terjaga, kedua orang tuanya bernama Murdandi (37) dan Silviani (36) mengajari anak pertamanya ini untuk belajar menenun, supaya regenerasi dalam keluarga terus berlanjut. Ayahnya seorang wirausaha dan ibunya adalah seorang penenun.
Sasila memiliki adik bernama Daviela (3). Sasila mengenal menenun ini sejak kecil. Hanya saja, Sasila mulai menenun sejak kelas 5 SD. Belajar menenun ini atas dasar kemauannya sendiri, bukan dipaksa.
Dia bisa menenun selendang dan taplak meja dengan waktu selesai sekitar dua minggu. “Menenun dikerjakannya setelah pulang sekolah atau habis bermain dan belajar,”kata Silviani saat ditemui di rumahnya, Kampung Perigiq, Rabu (11/7/2023).
Kalau dalam melaksanakan pekerjaan rumah, biasanya Sisila melanjutkan pekerjaaan saya menenun Badong. Dengan menenun, dia bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp100.000 per selendang yang digunakan sebagai tambahan biaya sekolahnya.
Berdasarkan kenyataan ini, patut bangga karena dia merupakan regenerasi yang ikut melestarikan keberadaan penenun Badong di kampung Perigiq kedepannya terutama di Kubar. Dengan menenun ini, akan membantunya di masa hidupnya mendatang.
“Jangan pernah malu melakukannya, semoga hal ini berlaku kepada generasi penerus atau pengrajin-pengrajin lainnya yang ada di Kubar,”ucapnya. (KP6)